Apa Saja Sanksi Administratif dan Pidana dalam UU PDP

Apa Saja Sanksi Administratif dan Pidana dalam UU PDP?

integrasolusi.com – Bagi Data Protection Officer (DPO), memahami sanksi UU PDP bukan sekadar pengetahuan hukum. Pelanggaran data pribadi dapat memicu tiga dampak sekaligus:

(1) finansial melalui denda dan ganti rugi,

(2) reputasi lewat hilangnya kepercayaan publik dan sorotan media, serta

(3) operasional akibat pembatasan pemrosesan, penghentian layanan, hingga biaya pemulihan insiden.

Dengan memahami jenis pelanggaran dan konsekuensi hukumnya, DPO dapat menata prioritas kontrol dan memastikan organisasi tetap patuh.

Definisi Singkat & Ruang Lingkup

  • Data pribadi: setiap data tentang individu teridentifikasi/teridentifikasi secara langsung maupun tidak langsung (mis. NIK, biometrik, data kesehatan).
  • Pemrosesan data: setiap tindakan pada data (mengumpulkan, menyimpan, menggunakan, mengungkapkan, menghapus, memusnahkan).
  • Pengendali vs. Prosesor:

    • Pengendali menentukan tujuan dan cara pemrosesan.
    • Prosesor memproses atas instruksi pengendali melalui perjanjian yang mengikat (Data Processing Agreement/DPA).
  • Contoh pelanggaran umum: akses ilegal, pemrosesan tanpa dasar hukum yang sah, minimisasi data diabaikan, kebocoran data, tidak memenuhi hak subjek data (DSAR), dan transfer lintas batas tanpa perlindungan memadai.

Sanksi Administratif 

Otoritas berwenang/regulator dapat menjatuhkan langkah bertahap tergantung tingkat pelanggaran dan kepatuhan organisasi, antara lain:

  1. Peringatan tertulis: bila ditemukan ketidaksesuaian awal atau risiko yang dapat segera diperbaiki.
  2. Pembatasan/penangguhan/penghentian sementara pemrosesan: untuk mencegah dampak berlanjut, khususnya bila pelanggaran menyangkut data sensitif atau jumlah subjek data besar.
  3. Penghapusan/pemusnahan data tertentu: ketika pemrosesan melampaui tujuan/retensi atau dilakukan tanpa dasar hukum.
  4. Denda administratif: besarannya mengacu pada peraturan turunan atau ketentuan regulator sektor terkait.

Pemicu: tidak ada dasar hukum (mis. tidak ada persetujuan), tidak memenuhi hak subjek data (akses, perbaikan, penghapusan, keberatan), tidak melakukan notifikasi insiden tepat waktu, pengalihan lintas batas tanpa perlindungan setara. Pada praktiknya, otoritas menilai itikad baik, dokumentasi bukti kepatuhan, skala dampak, serta kecepatan perbaikan.

Sanksi Pidana

Ketika pelanggaran melampaui ambang “melawan hukum” atau melibatkan niat jahat/kelalaian berat, ranah pidana dapat berlaku. Contoh:

  • Mengumpulkan atau mengungkapkan data pribadi secara melawan hukum.
  • Menjual/menyebarkan data pribadi tanpa hak.
  • Pemalsuan data pribadi untuk memperoleh manfaat atau merugikan pihak lain.
  • Memperoleh keuntungan ilegal dari data pribadi.
  • Kebocoran akibat kelalaian yang seharusnya bisa dicegah melalui kontrol yang baik.

Konsekuensi: pidana penjara dan/atau denda pidana. Pada perkara yang melibatkan korporasi atau kejahatan terorganisir, hukuman dapat lebih berat, termasuk pidana tambahan (perampasan keuntungan, perbaikan dari akibat, hingga pembatasan kegiatan usaha). Keadaan pemberat meliputi motif keuntungan, jumlah korban besar, keterlibatan data sensitif (kesehatan, biometrik), serta dampak serius terhadap keselamatan atau ekonomi korban.

Tanggung Jawab Perdata & Ganti Rugi

Di luar administratif dan pidana, subjek data berhak menuntut kompensasi atas kerugian material dan/atau immaterial. Mekanisme gugatan kelompok dapat ditempuh bila korban banyak. Pada titik ini, posisi organisasi akan sangat ditentukan oleh bukti kepatuhan: kebijakan, SOP, Record of Processing Activities (RoPA), DPIA, log akses, bukti pelatihan, serta rekam jejak penanganan insiden. Dokumentasi lengkap sering menjadi kunci pembelaan bahwa organisasi telah bertindak due diligence.

Matriks Praktis: Pelanggaran dan Potensi Sanksi

Contoh Pelanggaran Dampak Awal Sanksi Administratif Potensial Ekspos Pidana Potensial
Pemrosesan tanpa dasar hukum (mis. consent tidak valid) Risiko privasi, ketidakpatuhan Peringatan → pembatasan pemrosesan → denda administratif Jika disertai niat jahat/penipuan
Mengabaikan DSAR (akses/perbaikan/penghapusan) Pelanggaran hak subjek data Peringatan → perintah pemenuhan → denda administratif Umumnya administratif, kecuali ada unsur melawan hukum berat
Insiden kebocoran tidak dilaporkan Dampak meluas, kerugian korban Peringatan → penghentian sementara → denda administratif Jika kelalaian berat atau ada perbuatan melawan hukum
Transfer lintas batas tanpa perlindungan memadai Ekspos yurisdiksi asing Pembatasan transfer → perintah remedi → denda administratif Dapat meningkat bila ada motif keuntungan ilegal
Penjualan/penyebaran data tanpa hak Kerusakan reputasi secara luas Denda administratif Pidana (penjara & denda) sangat mungkin
Pemalsuan/manipulasi data untuk keuntungan Kerugian finansial korban Denda administratif Pidana (kejahatan penipuan/IT)

Catatan: Otoritas menimbang skala, jenis data, korban, niat, dan rekam jejak kepatuhan sebelum menentukan sanksi.

Peran DPO dalam Mencegah Sanksi

Tujuh tugas inti DPO yang langsung menurunkan risiko pelanggaran data pribadi dan hukuman kebocoran data:

  1. Tata kelola & dasar hukum: memetakan aktivitas pemrosesan dan memastikan setiap proses memiliki dasar hukum yang sah (consent, kontrak, kewajiban hukum, kepentingan sah, dsb.).
  2. RoPA yang akurat: mendokumentasikan kategori data, tujuan, pihak penerima, lokasi penyimpanan, retensi, dan kontrol.
  3. DPIA (Data Protection Impact Assessment): mewajibkan DPIA pada proses berisiko tinggi (data sensitif, pemantauan sistematis, skala besar).
  4. Kontrak pihak ketiga (DPA): memastikan perjanjian pengolahan data dan klausul perlindungan memadai, termasuk audit dan sub-processor control.
  5. Awareness & pelatihan: program reguler untuk karyawan, terutama fungsi yang memegang data sensitif (IT, HR, marketing, CS).
  6. Audit internal: uji kepatuhan berkala, uji kontrol teknis (enkripsi, IAM, logging), dan perbaikan temuan.
  7. Koordinasi pelaporan insiden ≤ 3×24 jam: menetapkan prosedur triase, forensik awal, penilaian dampak, dan notifikasi ke otoritas/subjek data sesuai ketentuan.

Checklist Kepatuhan

Gunakan daftar berikut sebagai quick win evaluasi internal:

  • Dasar hukum: setiap proses punya legal basis terdokumentasi.
  • Notice & consent: notifikasi yang jelas, sederhana, granular; consent dapat ditarik.
  • Hak subjek data (DSAR): kanal permintaan, SLA respons, verifikasi identitas, log pemenuhan.
  • Keamanan teknis: enkripsi at rest/in transit, kontrol akses berbasis peran, MFA, patching.
  • Retensi & pemusnahan: kebijakan durasi, otomatisasi purge, bukti pemusnahan.
  • Log & audit trail: logging akses, perubahan hak, ekspor data; review berkala.
  • Uji kebocoran & IRP: uji penetrasi/VA, simulasi incident response, tabletop exercise.
  • Notifikasi insiden: template, jalur persetujuan, daftar kontak otoritas, simulasi pengiriman.
  • Third-party risk: due diligence vendor, DPA, hak audit, kontrol sub-processor.
  • Data mapping & minimisasi: kurangi pengumpulan berlebih; hapus data usang.

Kesimpulan

Memahami sanksi UU PDP membantu DPO membaca “peta ancaman” dan memprioritaskan kontrol. Dari administratif hingga pidana, kuncinya adalah governance yang kuat, bukti kepatuhan yang rapi, dan kesiapan respons insiden.

Ingin memperkuat praktik privasi di instansi Anda?

Mari bergabung di Pelatihan DPO berbasis UU PDP. Pelajari cara menyusun dasar hukum pemrosesan, membuat RoPA dan DPIA yang rapi, mengatur kontrak pihak ketiga, serta menyiapkan prosedur notifikasi insiden yang jelas dan bisa diaudit.

Hubungi kami untuk informasi lebih lanjut.